Si Ojen


          Langit masih diselimuti kelabu dan bintang masih selalu setia menemani Ojen yang selagi bingung mengerjakan tugas dari Pak guru. “Pak ini gimana cara ngerjainnya pak?” tanya Ojen pada bapaknya yang sedang menyeruput kopi pahitnya “oh itu Jen, hah bapak ga tahu tuh gimana yah?, wong bapak cuma lulus SMP” sahut Bapak, “Ya udahlah pak” jawab Ojen sambil menggaruk kepalanya dengan pena yang ia genggam. Tak terasa jam dinding usang dengan stiker dikacanya menunjukan pukul 10 malam, Ojen tertidur diatas tugas yang ia kerjakan.
            Pagi itu datang juga ahirnya, “Jen bangun, udah siang sekolah!” perintah ibunya dengan sedikit nada tingginya. Bergegaslah ia bangun dari kursi kayu yang ia duduki, “ah baru jam setengah 6” kata Ojen dengan sedikit santai. Seusai sholat subuh  mereka sarapan dengan segenggam bakwan ditangan kiri dan sesuap nasi di tangan kanan. “ehek-ehek” tiba-tiba Ojen tersedak cincangan kol di tenggorokannya, “kenapa-kenapa, sabar dong sarapannya masih pagi kok udah ga beres” sahut bapak dengan meledek “ah bapak” Ojen menjawab sambil mengambil segelas teh pahit hangat dari depan piring makannya. Ia beranjak dari tempat duduknya dan mencuci tangannya yang masih penuh dengan sisa minyak dari gorengan bakwan yang tadi ia makan, tiba-tiba air berhenti dan ternyata aliran air mampet tak seperti biasanya. Tanpa pikir panjang waktu sudah siang ia mengganti baju yang ia pakai dengan seragam sekolah putih abu-abu tanpa mandi. Diambilnya buku dan peralatan sekolah lainnya yang tadi malam ia siapkan, dengan cepat ia memakai sepatu lusuh  yang robek sebelah kanannya. Motor  butut milik ayahnya jadi tunggangan setiap hari ke sekolah meski hari ini bensin yang ada tinggal setengah liter.
            Lambat laun ia berangkat dengan kecepatan yang relatif lambat namun pasti. Hingga ditengah perjalananan motornya mogok tak terduga, wajahnya berubah bingung tak tahu apa yang harus ia lakukan. Berhubung waktu semakin siang didoronglah motornya hingga kepenjual bensin terdekat, “mau beli berapa liter de?” tanya si penjual “seliter pak” jawab Ojen. Disela si penjual menyiapkan bensin pesanannya ia sadar bahwa uang sakunya tertinggal dirumah. Ojen berkata dalam hati “udah ga mandi, dorong motor, uang sku ketinggalan lagi, ya Alloh”. “8500 de” kata penjual, dengan perasan bingung dan jantung yang berdetak kencang ojen menjawab “anu pak, anu uang saku saya ketinggalan. ngeBon dulu boleh pak?”, “loh kok ngeBon?” tanya si penjual dengan herannya. “iya pak maaf banget, entar besok kalo berangkat lagi saya lunasin” Ojen tambah bingung dan berharap si penjual mengabulkannya. “ya udah bawa aja sana, saya dulu juga pernah kaya ade” jawab dengan santai. Ojen melanjutkan perjalanan dengan hati lega dan senyum menghiasi langkah motor bututnya.
            Sesampai disekolah pukul 7 kurang 3 menit ia bergegas dengan langkah seribu menuju kelas X 2 yang ia duduki namun apa daya ia tetap terlambat, beruntung wali kelasnya masih memperbolehkannya untuk masuk. Pagi itu pelajaran SBK terasa lumayan mengasikan buat si Ojen karena ia suka pelajaran tersebut. Waktu istirahatpun datang, kawan-kawannya bergegas membeli jajanan di warung seperti biasa namun tidak kali ini untuk si Ojen ia hanya bisa menelan ludahnya. “Kenapa ngga jajan?” tanya temannya Wa’u, “yah lagi lumayan dapet ujian, pagi-pagi udah ngga mandi, motornya mogok dorong motorlah, uang saku ketinggalanlah, ya gitulah” jawab Ojen dengan raut muka kelaparan. “oh, ya udah nih makan aja” tiba-tiba wa’u memberi jajanan untuknya, Ojen sedikit sedikit menutupi kemauannya hingga ahirnya ia menerimanya “makasih bro” katanya sambil melahap jajanan pemberian Wa’u. Bel berbunyi tiba waktunya pelajaran kembali.

            Di tengah jam pelajaran yang menjenuhkan ia kebelet buang air kecil, ia meminta izin untuk ke WC membuang hajatnya. Bergegaslah ia ke WC sambil memikirkan palajaran yang membuatnya pusing, begitu keluar ia tak sengaja melihat lawan jenisnya dengan senyum tipis yang membuatnya terlena. Tiba-tiba “kedubrak” ia tersandung batu, naas yang tadi ia lihat kini justru berbalik melihatnya, malu bingung Ojen lari terbirit-birit menuju kelas “kenapa baju kamu kotor” tanya Pak guru, dengan nafas yang masih terengah-engah ia menjawab “kesandung pak”, “ya udah duduk” kata Pak guru. Pada saat pelajaran tak habis-habisnya ia terus terbayang-bayang apa yang tadi ia lihat, hingga saat jam pulang tiba ketika ia sedang manyalakan mesin motornya yang lumayan kasar senyum tipis tersebut datang kembali dengan rona pipi yang memikat hati. Ia terus bertanya-tanya dalam hati apa yang ia rasa selagi menikmati perjalanan pulang, ketika sampai dirumah “heh kamu kenapa mesem-mesem begitu?” bapak bertanya pada Ojen yang sedang melepas sepatu, “oh ngga pak cuma seneng” jawab dengan senyum yang tetap melekat di pipi seakan lupa tentang semua yang telah terjadi hari ini.

Komentar